
Pilkada 2024, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan 24 daerah di Indonesia harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU) dan ada peserta yang didiskualifikasi.
Menurut Goyud, adanya utusan MK terkait PSU Pilkada merupakan langkah formal untuk menangani ketidakpuasan atas hasil Pemilu yang telah dilaksanakan.
Namun, di sisi lain, putusan tersebut juga menggarisbawahi kegagalan penyelenggara pemilu dalam menjalankan proses secara profesional sehingga membuka potensi ketidakadilan atau kesalahan dalam hasil Pemilu.
“Ini menjadi sinyal tegas bahwa penyelenggara harus lebih berhati-hati dan transparan dalam menjalankan tugasnya. PSU bukan hanya soal pelaksanaan pemilu ulang, tetapi juga soal pertanggungjawaban moral dan profesionalitas penyelenggara,” kata Goyud dalam keterangannya yang diterima Kompas.com di Brebes, Kamis (27/2/2025).
Anggota DPR RI asal Kabupaten Brebes, Jawa Tengah juga menyoroti masalah utama yaitu lolosnya pasangan calon (paslon) yang seharusnya tidak memenuhi syarat, seperti mereka yang sudah menjabat selama dua periode.
Hal ini menjadi perhatian serius untuk mengevaluasi kualitas kerja Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), khususnya dalam memastikan kelayakan paslon.
“Jika terbukti ada kelalaian atau ketidaktepatan dalam proses seleksi paslon yang berpotensi merugikan salah satu pihak, maka sanksi tegas harus segera diterapkan,” kata Goyud, anggota dari Fransi PAN.
“Ini juga perlu dilakukan pengecekan apakah KPUD yang terlibat sudah dikenakan sanksi oleh DKPP atau belum. Jika kesalahan tersebut signifikan, penggantian penyelenggara yang tidak profesional harus segera dipertimbangkan,” sambung Goyud.
Paslon tak memenuhi syarat lolos
Selain itu, terkait dengan pelaksanaan PSU Pilkada di Kabupaten Pesawaran, Gorontalo Utara, dan Kota Palopo, Goyud juga menyoroti persoalan pasangan calon yang lolos meskipun memiliki ijazah palsu.
“KPUD harus aktif melakukan pengecekan dan klarifikasi terhadap keabsahan ijazah paslon melalui verifikasi langsung dengan universitas asal mereka. Jika terbukti ada kelalaian dalam pemeriksaan atau ketidakakuratan dalam proses verifikasi, maka sanksi yang tegas harus segera diterapkan kepada KPUD yang bersangkutan,” lanjutnya.
Menurut Goyud, evaluasi menyeluruh terhadap kualitas kerja KPUD dalam memastikan kelayakan paslon juga sangat diperlukan.
Goyud menekankan pentingnya tentang tanggung jawab profesionalitas penyelenggara pemilu. Tidak hanya untuk memastikan kualitas penyelenggara, tetapi juga untuk menjaga kredibilitas dan integritas pemilu di mata publik.
“Jika kesalahan tersebut terbukti signifikan dan tidak segera diperbaiki, penggantian penyelenggara yang tidak profesional harus dipertimbangkan untuk menjaga kredibilitas dan integritas pilkada,” pungkas Goyud.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut, Goyud berharap agar semua pihak yang terlibat dapat bekerja lebih profesional dan bertanggung jawab, demi terciptanya Pemilu yang jujur, adil, dan berkualitas.