
Tito Karnavian menegaskan bahwa anggaran pendidikan dan kesehatan tidak bisa digunakan untuk menopang biaya pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah di Indonesia.
Hal ini disampaikan Tito merespons usul anggota Komisi II DPR RI Longki Djanggola agar dana pendidikan dan kesehatan dapat diambil sekitar 10 hingga 20 persen untuk menutupi kurangnya anggaran PSU.
“Mohon maaf Pak Longki, kami tidak akan mengorbankan yang wajib, Pak, yang pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Nah, itu dampaknya langsung ke masyarakat,” kata Tito dalam rapat bersama Komisi II di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/3/2025).
Saat ditemui usai rapat, Tito menjelaskan bahwa anggaran pendidikan dan kesehatan tidak dapat disentuh hanya untuk PSU.
“Jangan, di dalam surat efisiensi saya itu jelas sekali yang pendidikan, kesehatan yang wajib, infrastruktur itu tidak boleh diganggu,” tuturnya.
Tito mengatakan, anggaran pendidikan dan kesehatan harus digunakan sesuai kebutuhan, terutama untuk kepentingan masyarakat dan anak-anak sekolah.
“Ada yang lebih urgent (penting) memperbaiki sekolah, toilet untuk guru, membantu beasiswa. Jangan proyek pengadaan-pengadaan itu enggak perlu,” kata dia.
Sebagai informasi, total anggaran pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah di Indonesia mencapai Rp 719 miliar.
“KPUD anggaran Rp 429 miliar atau 59,75 persen. Bawaslu Rp 158 miliar atau 22,10 persen. TNI Rp 38 miliar atau 5,36 persen, Polri Rp 91 miliar atau 12,79 persen. Jadi total Rp 719 miliar,” kata Tito.
Tito menyebut, total anggaran itu telah turun dari perkiraan awal yakni sebesar Rp 1 triliun.
Sementara, dari 24 daerah yang harus PSU, ada dua daerah yang belum mempunyai anggaran untuk melaksanakan PSU, yakni Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Boven Digoel.